Tuesday, December 16, 2008

Diskusi Panel Konferensi Keselamatan Jurnalis (2)

Burma/Myanmar kondisi kebebasan pers-nya sangat buruk. Mulai dari Undang-Undang tentang Televisi dan Video, UU Perfilman, UU elektronik s/d UU Perkembangan Ilmu Komputer. UU yang terakhir pada dasarnya kepemilikan perangkat komputer harus dilaporkan ke Junta. Sisanya merupakan batasan kepada media dalam melaporkan ke publik. Misalnya UU elektronik - UU itu melarang seseorang mengirimkan gambar peristiwa di Burma/ Myanmar melalui internet ke luar negeri.

Email juga diawasi. Sekitar 80 persen email service provider di-blok. Karena itu, hati-hati jika mengirim email dari Burma/Myanmar. Para jurnalis sakti ini memperingatkan untuk menggunakan email kedua yang tidak diketahui pihak Junta.

Selain itu, seperti halnya di Malaysia - media harus melakukan registrasi ulang setiap tahun. Berita media cetak harus diserahkan ke Kementerian Informasi untuk disensor bila perlu sehari sebelum bisa disebarluaskan. Untuk media mingguan, bisa menyerahkannya 3 hari sebelumnya.

Korban harian yang ada di Burma/Myanmar ada 3 dan semuanya dikendalikan Pemerintah. Begitu juga dengan stasiun televisi. Informasi yang ada di media Burma/Myanmar bisa dibilang 100 persen propaganda.

Sejumlah tip dan trik yang disampaikan para jurnalis dari Burma/Myanmar dalam diskusi panel, antara lain:

- jangan mengoperasikan kamera foto/video di depan tentara yang bertugas
- jangan mengeluarkan kamera foto/video jika ada tentara di sekitar
- pastikan foto-foto yang bisa dianggap berbahaya oleh militer disimpan dengan baik dan jangan ditinggalkan di kamera foto/video

Akhirnya yang mereka lakukan adalah menyebarkan informasi, meski bisa membahayakan nyawa mereka, dengan cara-cara bawah tanah. Sebagian besar pun akhirnya membantu media asing untuk mendapatkan informasi. Liputan yang di bawah pengawasan Junta bukan hanya masalah konflik perang saudara, tapi juga di daerah bencana topan Nargis. Mereka berharap koresponden luar negeri bisa mengerti kondisi peliputan di Burma/Myanmar dan bisa lebih sensitif saat bertugas, karena salah langkah bisa membahayakan diri mereka dan wartawan lokal yang kebetulan membantu mereka. Menurut mereka, sebaiknya media internasional mengirimkan wartawan yang berwajah oriental (mirip orang Myanmar). Seperti orang Filipina dan India masih bisa leluasa karena bisa dianggap orang lokal.

Bagi wartawan yang bertugas di daerah konflik seperti itu tentunya akan rentan menderita stress disorder. Kebanyakan wartawan mengalami PTSD (Post Traumatic Stress Disorder). Cait McMahon dari DART Center memiliki program untuk mengatasi stress pasca trauma yang diderita jurnalis.

Gejala stress pasca kejadian traumatis antara lain perubahan karakter pasca peristiwa traumatis (dari lembut menjadi kasar), banyak berkeringat, mengalami hyper-arousal sehingga bisa membahayakan tim, kemarahan, rasa bersalah dan rusaknya hubungan pribadi dengan orang tercinta. Hyper-arousal merupakan suatu kondisi yang dimana adrenalin mengalir deras dalam tubuh dan mengakibatkan kesulitan mengambil keputusan secara rasional. Salah satu gejalanya adalah perilaku berbahaya yang bisa mencelakakan tim.

Penanganan trauma bagi jurnalis dilakukan melalui pendekatan BDA (Before, During and After).

1. Before

Sebelum pengiriman tim ke daerah berbahaya (hostile environment) anggota tim harus mengerti ancaman psikologis yang mungkin mereka alami di daerah berbahaya itu. Karena mengetahui adanya ancaman psikologis (bukan hanya ancaman fisik) bisa mengurangi dampak trauma dan dengan cepat bisa di-identifikasi untuk ditangani.

Langkah yang bisa dilakukan sebagai persiapan mental antara lain adalah:

- belajar mengenali tingkat kemampuan menghadapi stress
- belajar dari sesama rekan jurnalis yang lebih senior ancaman psikologis maupun cara menanganinya. Agar lebih efektif perlu adanya Support Group atau mentoring sebagai persiapan sebelum pemberangkatan.
- Positive Self Talk (maksudnya berbicara dengan diri sendiri secara positif. misalnya "I can do this").
- meningkatkan spiritualitas
- Briefing dengan tim sebelum pemberangkatan untuk menjelaskan SOP manajemen trauma (misalnya apa yang harus diperhatikan dan apa yang harus dilakukan jika merasa trauma)

2. During

- fokus pada kegiatan yang dilakukan secara fisik (artinya fokus pada pekerjaan seperti pengambilan gambar - liputan - menjaga keselamatan, agar tidak terlalu fokus pada kondisi psikologis
- jangan terpengaruh dengan korban dan tetap fokus pada pekerjaan saat situasi krisis (misalnya di tengah baku tembak jangan terpengaruh hal lain selain menjaga keselamatan dan melakukan tugas jurnalistik)
- dalam situasi berbahaya selalu men-challenge keputusan yang akan diambil dengan pemikiran negatif (artinya sebelum melakukan sesuatu yang berbahaya - seperti ptc di tengah baku tembak - selalu lawan dorongan untuk melakukan itu dengan pemikiran yang negatif seperti "I can not do this". Dengan demikian memberi kesempatan kita untuk berpikir dua kali sebelum melakukan sesuatu yang berbahaya.
- bernafas dalam-dalam dan bicara pada diri sendiri (seperti misalnya di tengah situasi kritis berkata pada diri sendiri: "Tetap tenang dan fokus pada pekerjaan. Nafas dalam-dalam.")
- awasi kondisi fisik dan mental. (artinya senantiasa evaluasi diri apakah mengalami kelelahan fisik dan mental)
- minum air banyak-banyak
- pertahankan harapan dan keyakinan diri
- manajemen bisa membantu dengan mengirimkan pesan pendek atau email menanyakan kondisi tim sebagai bentuk perhatian - khususnya usai melakukan tugasnya dengan baik

3. After

- pengecekan fisik maupun psikologis (yang terakhir tidak perlu sampai mendatangkan psikiater - tapi cukup menggelar sesi berbagi cerita dengan mentor atau jurnalis yang lebih senior)
- perhatikan gejala-gejala PTSD dalam keseharian sehingga bisa segera diatasi
- pemantauan kondisi psikologis selama 3 hingga 4 hari pasca trauma
- membuka diri untuk menerima konseling dari Support Group

Pada dasarnya ada 5 poin yang harus diperhatikan. Kelima poin itu terangkum dalam CISD (Critical Incidence Safety Debriefing):

1. Training Trauma bukan sekedar diperlukan tapi sangat penting untuk dilakukan
2. Keselamatan fisik adalah seiring dengan keselamatan psikologis (karena gangguan psikologis bisa memicu gejala fisiologis atau mempengaruhi secara fisik)
3. Lakukan pendekatan BDA
4. Reaksi pasca trauma adalah wajar
5. Budaya media pemberitaan yang sadar pentingnya penanganan trauma = praktek jurnalisme yang lebih baik = bisnis yang baik/menguntungkan perusahaan

Demikian semoga bermanfaat.

No comments: