Thursday, November 26, 2009

Saya dan Helvy Tiana Rosa

by Bhayu Sugarda

Pertama kali kenal wanita bernama Helvy Tiana Rosa ketika seorang teman mengajak saya membuat film pendek berdasarkan salah satu cerpennya. Saya ketika itu pengangguran. Baru saja lulus dari sebuah Universitas di Australia. Sempat bekerja di sebuah pabrik plastik, yang kini kabarnya sudah tutup diterpa krisis. Hanya satu setengah bulan saya bekerja di pabrik itu. Padahal tiga bulan ke depan, saya telah dijadwalkan untuk menikah.

Saya tidak bahagia bekerja di pabrik itu. Saya merasa bekerja tanpa tujuan yang berarti. Selain itu sisi kreatif di kepala saya menuntut dipenuhi hak-haknya. Saya utarakan gundahku kepada calon istri dan niat saya untuk masuk ke industri televisi. Argumen saya ketika itu, “Mumpung saya masih memiliki titel ‘Fresh Graduate’.” Ia ketika itu memberi restu kepada saya untuk keluar dari tempat kerja saya di pabrik, walaupun dengan konsekuensi saya menikah sebagai seorang pengangguran. Tapi pilihan bersama telah jatuh dan kini tinggal kami menjalaninya.

Saya keluar dari pabrik plastik itu bulan Desember dan menikah pada bulan Februari 2002.
Sembari mengirim CV ke semua stasiun televisi yang ada di Jakarta, saya mulai merentas jalan di industri audio visual. Sebuah situs komunitas film independen menarik perhatian saya. Saya pun mendatanginya dan bertemu dengan teman-teman dalam komunitas itu. Saya pun menjadi dekat dengan salah seorang pengurusnya, seorang mahasiswa IKJ bernama Agres. Dari pertemanan inilah muncul ide membuat film pendek berdasarkan cerpen karya Helvy Tiana Rosa. Cerpen yang dipilih adalah cerpen yang menceritakan kisah seorang anak perempuan yang terjebak di tengah konflik di Sampit. Misi dari cerpen itu jelas, bahwa Sang Pencipta tak membedakan darah mahluk-Nya. Hanya akhlak yang membedakan satu dan lainnya. Saya pun tergugah untuk menyebarkan pesan yang sama menurut persepsi saya.

Saat itu, bermodal dengkul kami melakukan langkah-langkah untuk mewujudkan film itu. Agress mempersiapkan proposal pembuatan film pendek itu, sedangkan saya membantu menghubungi pihak terkait dan perencanaan produksinya. Dengan proposal itu kami pun memberanikan diri ke Lantamal karena kami berniat menggunakan salah satu kapal Angkatan Laut sebagai lokasi syuting kami.

Kedatangan kami itu disambut baik oleh pihak Angkatan Laut. Salah seorang yang kami temui adalah Kapten Kadir. Ia membantu kami menemui atasannya untuk membahas rencana itu. Atasannya pun mengijinkan syuting dengan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi. Kami pun siap memenuhi persyaratan itu.

Tapi nasib berkata lain. Panggilan ke sejumlah stasiun televisi mulai gencar. Selain itu saya diberikan kesempatan untuk terlibat dalam redaksi sebuah majalah internal perusahaan milik seorang Paman. Pertengahan bulan Mei 2002, saya diterima di RCTI sebagai seorang reporter. Karier saya sebagai jurnalis televisi dimulai. Saya pun tak mampu terlibat aktif lagi dalam pembuatan film pendek itu. Bayangan seorang Helvy Tiana Rosa mulai hilang perlahan-lahan.

Perkenalan kedua saya dengan Helvy Tiana Rosa terjadi beberapa tahun kemudian. Ketika itu saya baru saja keluar dari RCTI dan diterima di sebuah perusahaan baru yang memasok konten untuk televisi berbayar Astro. Perusahaan itu adalah PT Adi Karya Visi. Salah satu pimpinan perusahaan itu mengundang seluruh karyawan untuk makan siang bersama di rumahnya. Saya pun dikenalkan ke sejumlah orang yang berada di situ. Salah satunya adalah Mas Tomi Satryatomo. Ia pun mengenalkan istrinya. Ketika istrinya menyebut namanya...saya terhenyak...saya kenal dengan nama itu. Perlu waktu bagi saya untuk mencerna semuanya sehingga ketika acara usai dan kami semua pulang ke rumah masing-masing, saya baru sadar bahwa saya baru saja bertemu dengan Helvy Tiana Rosa.

Saya bukan penggemar tulisannya. Saya belum pernah membaca bukunya satu pun. Saya...hanya membaca satu cerpennya...dan itu sudah cukup bagi saya untuk tergugah dan bertindak karenanya. Satu pelajaran yang saya ambil dari pengalaman ini, persinggungan kita dengan orang lain disadari atau tidak disadari mendorong kita dalam suatu langkah dan juga sebaliknya. Perilaku serta ucapan kita membawa orang lain sekaligus kita sendiri ke suatu takdir tertentu. Bahwa kita semua terikat satu sama lain.

NB: Maaf Mbak, kalo selama ini tidak pernah cerita langsung ke Mbak walaupun berulangkali muncul kesempatan untuk melakukan itu. Mumpung ada FB nih hehehe

No comments: