Showing posts with label industri televisi. Show all posts
Showing posts with label industri televisi. Show all posts

Monday, January 24, 2011

PLATFORM YANG BISA DIMANFAATKAN

Konten audio visual Kompas TV memiliki peluang untuk dimanfaatkan secara komersil. Ini dimungkinkan karena perkembangan teknologi media ready, seperti misalnya tv dijital, telepon nirkabel dan media tablet. Namun, masing-masing platform memiliki keuntungan dan kerugian terutama dalam kondisi ekonomi seperti saat ini. Di bawah ini merupakan rangkuman peluang pemanfaatan platform untuk memperoleh revenue, berdasarkan observasi yang saya lakukan sebelum masuk KCM.

TELEVISI

- TELEVISI LOKAL

Televisi lokal jelas memerlukan konten program. Keterbatasan kapabilitas televisi lokal untuk membuat program menyebabkan mereka membeli program lama atau menayangkan video klip yang mereka dapatkan dari VCD/DVD bajakan. Tentunya ada beberapa televisi lokal yang cenderung makmur, seperti Bali TV dan Jawa Pos TV, sehingga mereka bisa dengan leluasa membuat program sendiri.

Skema kerjasama yang ditawarkan televisi lokal pada umumnya adalah kerjasama dan keuntungan dibagi berdasarkan pemasukan iklan. Mereka cenderung menolak untuk membeli program. Content Provider atau pembuat konten televisi biasanya menggunakan televisi lokal sebagai eksposur dan bukan mengharapkan programnya untuk dibeli. Diantaranya VOA, Tempo TV dan Astro Awani. Ketiganya tidak mendapatkan revenue/pendapatan langsung dari televisi lokal.

Salah satu ide yang sempat saya kembangkan adalah PROGRAM KNOCK-DOWN. PROGRAM KNOCK-DOWN adalah produk audio visual berupa kelengkapan program yang nantinya bisa di-‘bangun’ sendiri oleh televisi lokal. Seperti misalnya:

• Skrip
• Virtual set
• Bumper In/Out, Short Bumper
• Insert Video
• Graphics
• Music illustration
• Props

Keuntungannya setial tv lokal bisa membuat program itu sesuai dengan ke-khasan masing-masing. Harga pembelian untuk 13 episode pun menjadi jauh lebih murah. Biaya pembuatannya pun bisa di-‘tekan’ karena tak memerlukan presenter atau set yang dibuat terlebih dahulu.

- TELEVISI NETWORK (SOON TO BE)

Untuk televisi network (seperti misalnya TV One, RCTI, etc) sejauh ini hanya ada beberapa yang menerima pembelian produk dari luar (alias commissioning). Antara lain Metro TV, TV One dan Trans TV. Saat ini yang sedang gencar-gencarnya mencari produk dari luar adalah TV One (bagian programming sedang men-develop program dokumenter dengan kualitas produksi tinggi hingga bujet per episode-nya mencapai 50 juta rupiah dan produksinya terbuka untuk PH). Contoh program dari luar yang tayang di Metro TV seperti i-Witness dan program otomotif.

Kendala terbesar dari televisi network adalah masalah lolos QC dan rating. Jika lolos QC tapi lalu ratingnya dianggap buruk, maka program itu tidak akan bertahan lama. Contoh kasus adalah program Kafe Finansial yang hanya tayang sebanyak 6 episode di TV One.

- TELEVISI BERBAYAR

Sejauh ini, First Media terus berupaya membuat news channel. Sementara Indovision telah menayangkan konten hasil produksi MNC. Antara lain channel news dan musik.

Telkomvision di lain pihak sangat terbuka dengan proposal kerjasama dari pihak ketiga. Sejumlah kerjasama yang sempat ditawarkan Astro Awani berkaitan dengan channel bisnis, pembuatan program olahraga dan mobile content (untuk telkomsel).

Televisi berbayar AORA juga kabarnya akan segera menandatangai MOU dengan investor yang memungkinkan mereka menyajikan 60 channel.

DVD RELEASE

- DVD RETAIL

Sejumlah DVD retail yang sifatnya non-hiburan ternyata juga banyak dibeli konsumen. Seperti misalnya seri National Geographic dan seri BBC documentaries. Memang rawan bajakan, tapi selama ini bukan hiburan komersial (alias hollywood/bollywood/indowood) saya pikir pasar retail tetap menjadi pasar yang menarik untuk dijajaki.

- DVD SUPLEMEN

Selama ini hanya majalah PC Media yang memberikan DVD suplemen. Padahal DVD suplemen dengan konten audio visual juga menarik untuk dijadikan DVD suplemen majalah. Sejumlah proposal yang sempat saya buat antara lain untuk majalah musik (sejalan dengan program showbiz) dan majalah teknologi (kontennya bisa berupa ‘tips & trick’ atau ‘how to’). Tapi perlu diperhatikan bahwa prinsipnya apa yang tayang di Kompas TV bisa kemudian menjadi produk dalam bentuk lain pada platform yang berbeda. Sehingga tidak ada program/tayangan/visual yang hanya digunakan/ditayangkan sekali dan bisa terus menghasilkan revenue.

TELEVISI DIJITAL

Setidaknya ada dua kelompok besar produk turunan televisi dijital, yaitu: IPTV dan Hand Phone.

- IPTV

IPTV merupakan TV menggunakan jaringan Internet Protocol. Jadi siarannya hanya mungkin menggunakan jaringa internet. Ini dimungkinkan menggunakan Set Top Box. Sejauh ini LG sudah meluncurkan Set Top Box produksinya. Salah satu keunggulan Set Top Box adalah memungkinkan untuk merekam program tertentu dan siap untuk di-‘playback’ ketika pemiliknya tiba di rumah.

- HANDPHONE/PDA

Handphone saat ini tidak banyak menjadi platform audio visual kecuali yang ‘media ready’ seperti i-Phone 3G, Blackberry Storm dan PDA berbasis OS windows-mobile. Pada umumnya pengguna men-download konten audio visual menggunakan PC/laptop sebelum memindahkannya ke handphone/PDA untuk ditonton saat menunggu dokter gigi dan lain sebagainya. Kalau bicara konten audio visual pada perangkat bergerak berarti dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu online dan offline:

• Online

YouTube dengan mudah dinikmati di i-Phone 3G. Sedangkan pada perangkat Blackberry tidak bisa dinikmati karena BB tidak men-support flash player. PDA bisa dengan mudah dinikmati menggunakan player video streaming, tapi kualitasnya tak terlalu bagus. Dengan demikian, layanan yang ditawarkan sejalan dengan konsep Video On Demand. Skema revenuenya jika dilihat dari Zulu adalah menawarkan konten yang gratis tapi juga menawarkan skema PREMIUM dengan konten-konten premium dan tidak tersedia di bagian konten gratis. Skema PREMIUM bisa berlangganan ‘unlimited download’ atau bayar per satuan konten.

• Offline

Contoh layanan ‘offline’ adalah layanan yang ditawarkan RealPlayer. Mereka mengharuskan pengguna untuk me-register nomer kartu kreditnya dulu sebelum menggunakan layanan gratisnya sehingga setiap saat pengguna hendak men-download film tertentu tagihannya otomatis masuk ke kartu kredit.

Contoh lainnya adalah NetFlix. Yang menarik dari NetFlix adalah mereka memberikan layanan download melalui perangkat Xbox 360.

Produk ‘offline’ bukan hanya monopoli perangkat hand-phone tapi juga operator telepon selular. Contohnya adalah WAP Indosat maupun WAP Telkom 3G. Pelanggan operator itu bisa mendownload konten mobile sesukanya melalui WAP.

MEDIA PLAYER

- I-POD/ I-PAD

I-Pod/ I-Pad memberikan layanan download konten audio visual melalui situsnya. Konten yang di-download bisa langsung dimasukkan ke dalam I-Pod.

- ARCHOS

Selain I-Pod ada lagi produk media tablet yaitu Archos. Archos memang di-desain sebagai perangkat ‘playback’ layaknya I-Pod. Yang menarik adalah Archos bisa terhubung dengan jaringan internet (menggunakan perangkat tambahan) sehingga bisa menonton YouTube maupun Google Video di perangkat itu. Archos juga bisa disambungkan ke televisi sehingga bisa menikmati konten audio visual di layar televisi di rumah, selain menggunakannya saat bepergian.

TELEVISI LUAR NEGERI:

Sejumlah perusahaan content provider luar negeri memiliki channel-nya sendiri dan menjualnya sebagai bagian dari konten televisi berbayar. Antara lain Asia Food Channel (First Media & Indovision), Discovery Travel & Living, Animal Planet dan National Geographic.

Konten dalam Asia Food Channel kebanyakan dibuat perusahaan Singapura dan India. Programnya berkaitan dengan makanan di kawasan Asia Tenggara seperti Thailand dan Singapura seperti di Asia Selatan seperti India. Program yang menggunakan presenter Malaysia dan menyajikan makanan khas Malaysia ada di channel ini. Tapi program dengan presenter Indonesia dan makanan khas Indonesia tidak ada. Artinya program Kompas TV yang sifatnya kuliner bisa menjadi produk menarik bagi channel ini.

Begitu juga dengan channel Discovery Travel & Living. Tapi cakupannya jauh lebih luas, sehingga tidak hanya meliputi makanan tapi juga alam. Saya sempat menjajaki kemungkinan ini dengan mendaftar sebagai ‘possible program supplier’ pada situs khusus untuk produser dari Discovery Travel & Living. Tapi ada kabar bahwa sulit sekali memasukkan program melalui situs ini. Kabarnya ide yang masuk melalui situs itu belakangan digarap oleh tim produksi dari perusahaan penyedia jasa produksi luar negeri di Indonesia seperti Asia Works dan In-Focus. Jadi tidak jatuh ke produser yang mengajukan ide program melalui situs itu.

Animal Planet merupakan bagian dari network Discovery Travel & Living. Sementara kekayaan alam Indonesia yang tayang di National Geographic, kebanyakan digarap oleh Allan Compost.

Selain itu tentunya adalah kantor berita seperti APTN & Reuters. Peluang kebutuhan konten dari Indonesia di tingkat regional saya pikir cukup kuat. Mungkin perlu menjajaki kebutuhan informasi dari Indonesia untuk negara seperti Vietnam, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam dan Malaysia.

Thursday, November 26, 2009

Saya dan Helvy Tiana Rosa

by Bhayu Sugarda

Pertama kali kenal wanita bernama Helvy Tiana Rosa ketika seorang teman mengajak saya membuat film pendek berdasarkan salah satu cerpennya. Saya ketika itu pengangguran. Baru saja lulus dari sebuah Universitas di Australia. Sempat bekerja di sebuah pabrik plastik, yang kini kabarnya sudah tutup diterpa krisis. Hanya satu setengah bulan saya bekerja di pabrik itu. Padahal tiga bulan ke depan, saya telah dijadwalkan untuk menikah.

Saya tidak bahagia bekerja di pabrik itu. Saya merasa bekerja tanpa tujuan yang berarti. Selain itu sisi kreatif di kepala saya menuntut dipenuhi hak-haknya. Saya utarakan gundahku kepada calon istri dan niat saya untuk masuk ke industri televisi. Argumen saya ketika itu, “Mumpung saya masih memiliki titel ‘Fresh Graduate’.” Ia ketika itu memberi restu kepada saya untuk keluar dari tempat kerja saya di pabrik, walaupun dengan konsekuensi saya menikah sebagai seorang pengangguran. Tapi pilihan bersama telah jatuh dan kini tinggal kami menjalaninya.

Saya keluar dari pabrik plastik itu bulan Desember dan menikah pada bulan Februari 2002.
Sembari mengirim CV ke semua stasiun televisi yang ada di Jakarta, saya mulai merentas jalan di industri audio visual. Sebuah situs komunitas film independen menarik perhatian saya. Saya pun mendatanginya dan bertemu dengan teman-teman dalam komunitas itu. Saya pun menjadi dekat dengan salah seorang pengurusnya, seorang mahasiswa IKJ bernama Agres. Dari pertemanan inilah muncul ide membuat film pendek berdasarkan cerpen karya Helvy Tiana Rosa. Cerpen yang dipilih adalah cerpen yang menceritakan kisah seorang anak perempuan yang terjebak di tengah konflik di Sampit. Misi dari cerpen itu jelas, bahwa Sang Pencipta tak membedakan darah mahluk-Nya. Hanya akhlak yang membedakan satu dan lainnya. Saya pun tergugah untuk menyebarkan pesan yang sama menurut persepsi saya.

Saat itu, bermodal dengkul kami melakukan langkah-langkah untuk mewujudkan film itu. Agress mempersiapkan proposal pembuatan film pendek itu, sedangkan saya membantu menghubungi pihak terkait dan perencanaan produksinya. Dengan proposal itu kami pun memberanikan diri ke Lantamal karena kami berniat menggunakan salah satu kapal Angkatan Laut sebagai lokasi syuting kami.

Kedatangan kami itu disambut baik oleh pihak Angkatan Laut. Salah seorang yang kami temui adalah Kapten Kadir. Ia membantu kami menemui atasannya untuk membahas rencana itu. Atasannya pun mengijinkan syuting dengan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi. Kami pun siap memenuhi persyaratan itu.

Tapi nasib berkata lain. Panggilan ke sejumlah stasiun televisi mulai gencar. Selain itu saya diberikan kesempatan untuk terlibat dalam redaksi sebuah majalah internal perusahaan milik seorang Paman. Pertengahan bulan Mei 2002, saya diterima di RCTI sebagai seorang reporter. Karier saya sebagai jurnalis televisi dimulai. Saya pun tak mampu terlibat aktif lagi dalam pembuatan film pendek itu. Bayangan seorang Helvy Tiana Rosa mulai hilang perlahan-lahan.

Perkenalan kedua saya dengan Helvy Tiana Rosa terjadi beberapa tahun kemudian. Ketika itu saya baru saja keluar dari RCTI dan diterima di sebuah perusahaan baru yang memasok konten untuk televisi berbayar Astro. Perusahaan itu adalah PT Adi Karya Visi. Salah satu pimpinan perusahaan itu mengundang seluruh karyawan untuk makan siang bersama di rumahnya. Saya pun dikenalkan ke sejumlah orang yang berada di situ. Salah satunya adalah Mas Tomi Satryatomo. Ia pun mengenalkan istrinya. Ketika istrinya menyebut namanya...saya terhenyak...saya kenal dengan nama itu. Perlu waktu bagi saya untuk mencerna semuanya sehingga ketika acara usai dan kami semua pulang ke rumah masing-masing, saya baru sadar bahwa saya baru saja bertemu dengan Helvy Tiana Rosa.

Saya bukan penggemar tulisannya. Saya belum pernah membaca bukunya satu pun. Saya...hanya membaca satu cerpennya...dan itu sudah cukup bagi saya untuk tergugah dan bertindak karenanya. Satu pelajaran yang saya ambil dari pengalaman ini, persinggungan kita dengan orang lain disadari atau tidak disadari mendorong kita dalam suatu langkah dan juga sebaliknya. Perilaku serta ucapan kita membawa orang lain sekaligus kita sendiri ke suatu takdir tertentu. Bahwa kita semua terikat satu sama lain.

NB: Maaf Mbak, kalo selama ini tidak pernah cerita langsung ke Mbak walaupun berulangkali muncul kesempatan untuk melakukan itu. Mumpung ada FB nih hehehe