Showing posts with label internet tv. Show all posts
Showing posts with label internet tv. Show all posts

Monday, January 24, 2011

BEBAN MENENTUKAN PRESTASI



BEBAN (BANDWIDTH -> UPTO):
- TELKOM FLASH (CDMA) BASIC : 256 kbps (Rp 125.000,-)/BULAN
- TELKOM FLASH (CDMA) ADVANCE : 512 kbps (Rp 225.000,-)/BULAN
- TELKOM FLASH (CDMA) PRO: 3600 kbps (Rp 400.000,-)/BULAN
- INDOSAT IM2 BROOM: 30 kbps (Rp 150.000,-)/BULAN
- XL MEGADATA GIGADATA: 30 kbps (Rp 99.000,-)/BULAN
- FASTNET 384: 384 kbps (Rp 135.000,-)/BULAN
- FASTNET 512: 512 kbps (Rp 195.000,-)/BULAN
- FASTNET 768: 768 kbps (Rp 295.000,-)/BULAN
- FASTNET 1500: 1500 kbps (Rp 595.000,-)/BULAN
- FASTNET 3000: 3000 kbps (Rp 1.195.000,-)/BULAN
- FASTNET SOHO: 1500 kbps (Rp 695.000,-)/BULAN

Berikut contoh tampilan sesuai speed (kbps) tanpa mempertimbangkan kualitas audio masing-masing, menggunakan IM2:












FAKTOR YANG MEMPENGARUHI:
- BANDWIDTH -> FASILITAS JARINGAN PENGGUNA (MAHAL/MURAH)
- BEBAN (KUALITAS VIDEO + AUDIO)->SEMAKIN BAGUS SEMAKIN BERAT
- LOKASI SERVER (LOKAL/LUAR NEGERI)

PLATFORM YANG BISA DIMANFAATKAN

Konten audio visual Kompas TV memiliki peluang untuk dimanfaatkan secara komersil. Ini dimungkinkan karena perkembangan teknologi media ready, seperti misalnya tv dijital, telepon nirkabel dan media tablet. Namun, masing-masing platform memiliki keuntungan dan kerugian terutama dalam kondisi ekonomi seperti saat ini. Di bawah ini merupakan rangkuman peluang pemanfaatan platform untuk memperoleh revenue, berdasarkan observasi yang saya lakukan sebelum masuk KCM.

TELEVISI

- TELEVISI LOKAL

Televisi lokal jelas memerlukan konten program. Keterbatasan kapabilitas televisi lokal untuk membuat program menyebabkan mereka membeli program lama atau menayangkan video klip yang mereka dapatkan dari VCD/DVD bajakan. Tentunya ada beberapa televisi lokal yang cenderung makmur, seperti Bali TV dan Jawa Pos TV, sehingga mereka bisa dengan leluasa membuat program sendiri.

Skema kerjasama yang ditawarkan televisi lokal pada umumnya adalah kerjasama dan keuntungan dibagi berdasarkan pemasukan iklan. Mereka cenderung menolak untuk membeli program. Content Provider atau pembuat konten televisi biasanya menggunakan televisi lokal sebagai eksposur dan bukan mengharapkan programnya untuk dibeli. Diantaranya VOA, Tempo TV dan Astro Awani. Ketiganya tidak mendapatkan revenue/pendapatan langsung dari televisi lokal.

Salah satu ide yang sempat saya kembangkan adalah PROGRAM KNOCK-DOWN. PROGRAM KNOCK-DOWN adalah produk audio visual berupa kelengkapan program yang nantinya bisa di-‘bangun’ sendiri oleh televisi lokal. Seperti misalnya:

• Skrip
• Virtual set
• Bumper In/Out, Short Bumper
• Insert Video
• Graphics
• Music illustration
• Props

Keuntungannya setial tv lokal bisa membuat program itu sesuai dengan ke-khasan masing-masing. Harga pembelian untuk 13 episode pun menjadi jauh lebih murah. Biaya pembuatannya pun bisa di-‘tekan’ karena tak memerlukan presenter atau set yang dibuat terlebih dahulu.

- TELEVISI NETWORK (SOON TO BE)

Untuk televisi network (seperti misalnya TV One, RCTI, etc) sejauh ini hanya ada beberapa yang menerima pembelian produk dari luar (alias commissioning). Antara lain Metro TV, TV One dan Trans TV. Saat ini yang sedang gencar-gencarnya mencari produk dari luar adalah TV One (bagian programming sedang men-develop program dokumenter dengan kualitas produksi tinggi hingga bujet per episode-nya mencapai 50 juta rupiah dan produksinya terbuka untuk PH). Contoh program dari luar yang tayang di Metro TV seperti i-Witness dan program otomotif.

Kendala terbesar dari televisi network adalah masalah lolos QC dan rating. Jika lolos QC tapi lalu ratingnya dianggap buruk, maka program itu tidak akan bertahan lama. Contoh kasus adalah program Kafe Finansial yang hanya tayang sebanyak 6 episode di TV One.

- TELEVISI BERBAYAR

Sejauh ini, First Media terus berupaya membuat news channel. Sementara Indovision telah menayangkan konten hasil produksi MNC. Antara lain channel news dan musik.

Telkomvision di lain pihak sangat terbuka dengan proposal kerjasama dari pihak ketiga. Sejumlah kerjasama yang sempat ditawarkan Astro Awani berkaitan dengan channel bisnis, pembuatan program olahraga dan mobile content (untuk telkomsel).

Televisi berbayar AORA juga kabarnya akan segera menandatangai MOU dengan investor yang memungkinkan mereka menyajikan 60 channel.

DVD RELEASE

- DVD RETAIL

Sejumlah DVD retail yang sifatnya non-hiburan ternyata juga banyak dibeli konsumen. Seperti misalnya seri National Geographic dan seri BBC documentaries. Memang rawan bajakan, tapi selama ini bukan hiburan komersial (alias hollywood/bollywood/indowood) saya pikir pasar retail tetap menjadi pasar yang menarik untuk dijajaki.

- DVD SUPLEMEN

Selama ini hanya majalah PC Media yang memberikan DVD suplemen. Padahal DVD suplemen dengan konten audio visual juga menarik untuk dijadikan DVD suplemen majalah. Sejumlah proposal yang sempat saya buat antara lain untuk majalah musik (sejalan dengan program showbiz) dan majalah teknologi (kontennya bisa berupa ‘tips & trick’ atau ‘how to’). Tapi perlu diperhatikan bahwa prinsipnya apa yang tayang di Kompas TV bisa kemudian menjadi produk dalam bentuk lain pada platform yang berbeda. Sehingga tidak ada program/tayangan/visual yang hanya digunakan/ditayangkan sekali dan bisa terus menghasilkan revenue.

TELEVISI DIJITAL

Setidaknya ada dua kelompok besar produk turunan televisi dijital, yaitu: IPTV dan Hand Phone.

- IPTV

IPTV merupakan TV menggunakan jaringan Internet Protocol. Jadi siarannya hanya mungkin menggunakan jaringa internet. Ini dimungkinkan menggunakan Set Top Box. Sejauh ini LG sudah meluncurkan Set Top Box produksinya. Salah satu keunggulan Set Top Box adalah memungkinkan untuk merekam program tertentu dan siap untuk di-‘playback’ ketika pemiliknya tiba di rumah.

- HANDPHONE/PDA

Handphone saat ini tidak banyak menjadi platform audio visual kecuali yang ‘media ready’ seperti i-Phone 3G, Blackberry Storm dan PDA berbasis OS windows-mobile. Pada umumnya pengguna men-download konten audio visual menggunakan PC/laptop sebelum memindahkannya ke handphone/PDA untuk ditonton saat menunggu dokter gigi dan lain sebagainya. Kalau bicara konten audio visual pada perangkat bergerak berarti dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu online dan offline:

• Online

YouTube dengan mudah dinikmati di i-Phone 3G. Sedangkan pada perangkat Blackberry tidak bisa dinikmati karena BB tidak men-support flash player. PDA bisa dengan mudah dinikmati menggunakan player video streaming, tapi kualitasnya tak terlalu bagus. Dengan demikian, layanan yang ditawarkan sejalan dengan konsep Video On Demand. Skema revenuenya jika dilihat dari Zulu adalah menawarkan konten yang gratis tapi juga menawarkan skema PREMIUM dengan konten-konten premium dan tidak tersedia di bagian konten gratis. Skema PREMIUM bisa berlangganan ‘unlimited download’ atau bayar per satuan konten.

• Offline

Contoh layanan ‘offline’ adalah layanan yang ditawarkan RealPlayer. Mereka mengharuskan pengguna untuk me-register nomer kartu kreditnya dulu sebelum menggunakan layanan gratisnya sehingga setiap saat pengguna hendak men-download film tertentu tagihannya otomatis masuk ke kartu kredit.

Contoh lainnya adalah NetFlix. Yang menarik dari NetFlix adalah mereka memberikan layanan download melalui perangkat Xbox 360.

Produk ‘offline’ bukan hanya monopoli perangkat hand-phone tapi juga operator telepon selular. Contohnya adalah WAP Indosat maupun WAP Telkom 3G. Pelanggan operator itu bisa mendownload konten mobile sesukanya melalui WAP.

MEDIA PLAYER

- I-POD/ I-PAD

I-Pod/ I-Pad memberikan layanan download konten audio visual melalui situsnya. Konten yang di-download bisa langsung dimasukkan ke dalam I-Pod.

- ARCHOS

Selain I-Pod ada lagi produk media tablet yaitu Archos. Archos memang di-desain sebagai perangkat ‘playback’ layaknya I-Pod. Yang menarik adalah Archos bisa terhubung dengan jaringan internet (menggunakan perangkat tambahan) sehingga bisa menonton YouTube maupun Google Video di perangkat itu. Archos juga bisa disambungkan ke televisi sehingga bisa menikmati konten audio visual di layar televisi di rumah, selain menggunakannya saat bepergian.

TELEVISI LUAR NEGERI:

Sejumlah perusahaan content provider luar negeri memiliki channel-nya sendiri dan menjualnya sebagai bagian dari konten televisi berbayar. Antara lain Asia Food Channel (First Media & Indovision), Discovery Travel & Living, Animal Planet dan National Geographic.

Konten dalam Asia Food Channel kebanyakan dibuat perusahaan Singapura dan India. Programnya berkaitan dengan makanan di kawasan Asia Tenggara seperti Thailand dan Singapura seperti di Asia Selatan seperti India. Program yang menggunakan presenter Malaysia dan menyajikan makanan khas Malaysia ada di channel ini. Tapi program dengan presenter Indonesia dan makanan khas Indonesia tidak ada. Artinya program Kompas TV yang sifatnya kuliner bisa menjadi produk menarik bagi channel ini.

Begitu juga dengan channel Discovery Travel & Living. Tapi cakupannya jauh lebih luas, sehingga tidak hanya meliputi makanan tapi juga alam. Saya sempat menjajaki kemungkinan ini dengan mendaftar sebagai ‘possible program supplier’ pada situs khusus untuk produser dari Discovery Travel & Living. Tapi ada kabar bahwa sulit sekali memasukkan program melalui situs ini. Kabarnya ide yang masuk melalui situs itu belakangan digarap oleh tim produksi dari perusahaan penyedia jasa produksi luar negeri di Indonesia seperti Asia Works dan In-Focus. Jadi tidak jatuh ke produser yang mengajukan ide program melalui situs itu.

Animal Planet merupakan bagian dari network Discovery Travel & Living. Sementara kekayaan alam Indonesia yang tayang di National Geographic, kebanyakan digarap oleh Allan Compost.

Selain itu tentunya adalah kantor berita seperti APTN & Reuters. Peluang kebutuhan konten dari Indonesia di tingkat regional saya pikir cukup kuat. Mungkin perlu menjajaki kebutuhan informasi dari Indonesia untuk negara seperti Vietnam, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam dan Malaysia.

PENJADWALAN UNTUK MEMETAKAN PROGRAM SESUAI TARGET AUDIENS

Penjadwalan merupakan bagian penting dalam pembuatan program karena dengan penjadwalan program perencanaan produksi program menjadi lebih mengerucut dan spesifik. Misalnya penentuan target audiens untuk program otomotif bukan hanya pada tahapan penggemar otomotif, tapi sudah menjadi penggemar otomotif antara usia 20 s/d 30 tahun, atau penggemar otomotif di atas 30 tahun. Dengan demikian pendekatan terhadap program menjadi lebih spesifik.

Selain itu, kegunaannya adalah penentuan prioritas penjadwalan program khususnya pada tahap awal pembuatan internet TV. Misalnya di tahap awal internet tv penjadwalan dibuat saat ‘peak hours’ situs berita terkait untuk melihat seberapa jauh pengunjung berita dot com tertarik mencoba internet tv. Karena penjadwalan dibuat saat peak hours maka data yang terkumpul dari kunjungan situs menjadi ‘bench mark’ yang harus dipertahankan. Teorinya adalah jumlah pengunjung internet tv saat ‘peak hours’ kompas.com merupakan indikator kuat keberhasilan internet tv, sehingga jumlah pengunjung saat ‘peak hours’ itu menjadi patokan jumlah pengunjung yang harus dikejar pada jam-jam lainnya.

Berbeda dengan perilaku menonton televisi bebas bayar, penonton internet tv bergantung pada saat pengguna internet berada di depan monitor komputer. Jam atau waktu saat pengguna internet berada di depan komputer menjadi salah satu pertimbangan saat menentukan jadwal program. Kemudian perilaku pengguna internet dipecah menjadi berbagai kelompok masyarakat seperti laki-laki dan perempuan, bekerja atau tidak bekerja, tua dan muda, di bawah 20 tahun atau di atas 20 tahun serta pengguna aktif kartu kredit di internet atau tidak. Yang terakhir menentukan ‘buying power’ dari penonton internet tv. Karena jika sekedar memiliki ‘buying power’ tapi tidak memiliki kebiasaan menggunakan kartu kredit di internet dampaknya terhadap situs akan sama saja.

Penjadwalan atau ‘programming’ dibuat secara berlapis. Lapisan pertama merupakan program bulletin. Program bulletin merupakan prioritas pertama karena program bulletin merupakan ‘showcase’ dari internet tv. Program bulletin menjadi produk andalan internet tv sebagai sebuah media pemberitaan. Sehingga program bulletin per hari dalam sepekan disebar sesuai batasan waktu tertentu, misalnya antara pukul 7 pagi s/d pukul 1 siang. Idealnya programming memang dibuat untuk siaran 24 jam seperti layaknya sebuah channel berita 24 jam. Tapi sah saja jika di awal tahap pembuatan di batasi hanya beberapa jam.

Kemudian lapisan kedua merupakan program non bulletin. Program bulletin ditempatkan sesuai dengan saat dimana target audiensnya berada di depan komputer. Misalnya program otomotif untuk penggemar otomotif antara usia 20 s/d 30 tahun sengaja ditayangkan setelah pukul sembilan pagi karena asumsinya mereka lebih mungkin berada di depan komputer pada jam itu.

Lalu, lapisan ketiga adalah program yang dibeli (akuisisi) atau dipesan (commissioning). Program pesanan atau ‘commissioning’ adalah program yang minta dibuatkan Production House dengan supervisi dari pemesan. Jika lapisan pertama dan kedua telah terisi, yang dilakukan seorang programmer hanya menentukan jenis program yang harus ada di antara program bulletin serta non bulletin sesuai dengan peta perilaku menonton pemirsa internet tv. Jika misalnya antara pukul 8 pagi s/d pukul 10 pagi adalah ibu rumah tangga maka program yang ditayangkan pada jam itu adalah program yang disukai ibu rumah tangga dengan tingkat intelejensi cukup tinggi serta pelanggan layanan internet.



KESIMPULAN

Pemetaan pengunjung sebuah situs berita dalam sehari diperlukan pada tahap pembuatan internet tv. Pemetaan pengunjung situs internet tidak hanya diperlukan untuk memudahkan pembuatan program tapi juga berfungsi untuk menentukan keperluan kapabilitas produksi sampai batas waktu tertentu. Misalnya untuk 3 bulan mendatang karena hanya akan siaran 6 jam setiap hari dengan asumsi penayangan 4 program produksi sendiri maka diperlukan kapabilitas produksi setidaknya x jumlah campers (kameramen) dan x jumlah produser. Untuk 3 bulan berikutnya, jam tayang akan ditingkatkan menjadi 8 jam sehari dengan asumsi x program produksi sendiri dan seterusnya.

Penilaian yang dilakukan Alexa untuk menentukan keberhasilan situs (dinilai berdasarkan hit atau jumlah pengunjung sesuai rubrik) belum cukup untuk memetakan pengunjung situs internet terkait jender, usia dan status ekonominya. Penilaian Alexa hanya bisa digunakan untuk menentukan ‘peak hours’. Sedangkan penilaian berdasarkan rubrik tidak sepenuhnya mencerminkan ketiga hal tadi. Misalnya rubrik ‘Perempuan’ tentunya dikunjungi sebagian besar pengguna internet perempuan, tapi tidak menutup kemungkinan pengunjungnya adalah laki-laki karena indikator untuk itu tidak cukup hanya berdasarkan rubrik. Perlu dilakukan survey untuk memetakan peta pengunjung internet tv.