Tuesday, July 8, 2008

Kerusuhan Monas


Berbagi Cerita:

Selasa, 3 Juni 2008

Usai konpers Habib Riziek, wartawan pun bubar. Habib Riziek masuk ke bagian rumah yang ditinggali keluarganya. Sementara wartawan perlahan-lahan mulai bubar. Ahmad Murody pulang untuk mengirim berita ke kantor. Sementara saya memutuskan untuk bertahan di markas FPI. Karena waktunya shalat Asar, saya pun ikut shalat. Selesai shalat, saya pun menunggu kesempatan untuk bertemu langsung dengan Habib dan meminta ijin liputan kegiatan FPI melalui kacamata Ucok – orang yang katanya anggota FPI. Saya pun mengeluarkan lap top kecil dan mempersiapkan semacam outline rencana liputan FPI.

Tak berapa lama Ucok muncul. Ia menggelar sajadah dan mulai Shalat Asar. Ucok masih menggunakan baju yang ia pakai saat kerusuhan, dua hari sebelumnya – baju hitam dengan gambar bertemakan ‘metal’. Dua orang anggota FPI duduk di pojokan sambil membaca Qur’an. Selesai shalat ia pun bergabung dengan mereka. Lewat pukul 17.00 WIB, mereka selesai mengaji. Dua orang tadi keluar, sedangkan Ucok merebahkan tubuh di pojokan sembari memerhatikan dua orang anak yang bermain bulu tangkis di bagian dalam rumah. Sesekali Ucok menegur kedua anak tadi yang asyik bermain. (Seandainya saya memiliki kamera...hehehe)

Sekitar pukul 17.30 WIB markas FPI tiba-tiba gaduh. Anggota FPI bergegas dan terlihat panik. Saya pun bertanya, "Ada apa Bang?". Salah seorang anggota FPI yang berada di situ menjawab, "Ada polisi di depan, 2 ratusan.". Ia pun mengambil golok yang dia letakkan di lantai dan berjalan menuju pintu masuk bagian rumah yang ditinggali keluarga Habib Riziek. Ucok yang sedang bersantai setengah tidur di lantai pun turut bergabung. Seorang wanita di pintu berbicara di telepon. Wanita itu berkata "Habib, Habib dimana? Ada di pom bensin! Iyah". Yang ia maksud berada di pom bensin adalah rombongan polisi.

Habib Riziek keluar selepas Asar, setelah memberikan konpers kepada wartawan. Mendengar kabar itu saya pun keluar. Wartawan sudah memenuhi jalan masuk menuju gang markas FPI di Petamburan. Anggota FPI lainnya tidak kelihatan. Sejumlah orang berpakaian preman hilir mudik sambil memberitahu rekannya, anggota FBR sudah bersiaga di ujung jalan. Tidak lama, seorang tentara berseragam TNI Angkatan Darat keluar dari gang masuk markas FPI. Ia menggenggam telepon dan sesekali mengangguk. Sejumlah warga setempat mengelilinginya, seakan menunggu perintah. Ia pun bergegas entah kemana. Adzan Maghrib berkumandang. Usai shalat Maghrib, semakin banyak anggota FPI berkumpul di jalan masuk depan gang markas FPI.

Karena perut keroncongan, saya pun keluar mencari ATM terdekat untuk ambil uang buat makan. Saat berjalan ke arah Slipi, saya melintasi kantor Suku Dinas Tempat Pemakaman Umum. Ternyata di situlah berkumpulnya bus polisi. Ada sekitar tiga mobil polisi. Dua bus beriringan keluar dari kantor itu menuju Slipi. Sebuah mobil Kijang juga berisi 2 perwira polisi terlihat berjaga di tempat yang sama. Saya tidak melihat adanya ratusan anggota polisi. Pukul menunjukkan setengah tujuh malam.

Ketika saya kembali, di depan gang terpasang dua bambu melintang. Tidak ada satu pun yang boleh masuk.

***
Rabu, 4 Juni 2008

Kawasan Petamburan III cenderung tenang pasca penangkapan puluhan anggota FPI oleh Polda Metro Jaya. Sekitar pukul setengah tujuh pagi, puluhan polisi bertameng berbaris menuju markas FPI. Tidak lama puluhan anggota dimasukkan ke mobil tahanan. Ketua FPI Habib Riziek mendampingi anggota yang ditangkap dan ikut ke Polda Metro Jaya dengan pengawalan ketat polisi.

Usai kejadian itu, warga mulai membersihkan area di depan rumah masing-masing. Sisa-sisa sampah yang dibuang wartawan atau anggota FPI yang berjaga-jaga malam sebelumnya dikumpulkan dan dibuang ke tempat sampah. Seorang laki-laki paruh baya berperawakan Arab menyapu bagian depan rumahnya sendiri. Sementara ibu-ibu rumah tangga melakukan kegiatannya seperti biasa. Sebagian dari mereka berperawakan Arab atau India. Ada yang menyempatkan diri berbincang dengan wartawan untuk menyampaikan aspirasi mereka dan dukungannya atas FPI.

Di ujung jalan Petamburan III, seorang pedagang koran menawarkan dagangannya kepada warga sekitar. Ia memberikan komentarnya atas berita utama koran-koran yang beredar hari itu. Warga pun mengerumuni si pedagang koran dan sesekali membolak-balik beberapa halaman depan koran, sebelum membelinya. Diskusi tentang apa yang baru saja terjadi pun hangat berlangsung dalam lingkaran warga.

Namun, sebagian besar menyatakan dukungannya atas FPI. Mereka menyatakan betapa tidak adilnya penangkapan dan bahwa FPI tidak pernah merugikan mereka.

FPI dikenal keras dengan perlawanannya atas apa yang mereka anggap nahi mungkar. Kepala Bidang Pertahanan, Tubagus Sidik, sehari sebelumnya menceritakan betapa kuat perlawanannya atas tempat perjudian, jaman kepemimpinan Kapolri Da’i Bachtiar. Karena saat itu, tempat perjudian marak dan menurut pandangan mereka, dibiarkan begitu saja oleh polisi. Tubagus Sidik menceritakan aksi serangannya waktu itu dengan bangga.

Baru-baru ini FPI pun keras saat menyatakan sikapnya soal keberadaan Jemaah Ahmadiyah. Mereka menuntut Ahmadiyah dibubarkan. Namun, sikapnya itu justru berakibat sebaliknya. Kerusuhan di Monas, malah mengancam dibubarkannya FPI. Sementara Jemaah Ahmadiyah belum pasti pembubarannya karena menunggu dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Pemerintah.

Aksi pemukulan terhadap pendukung Ahmadiyah yang tergabung dalam AKKBB, begitu membuat geram masyarakat dan mendorong sebagian Ormas Islam lainnya menghujat FPI. Diantaranya GP Anshor dan Nadhatul Ulama. Tapi masyarakat sekitar markas FPI, tak gentar menghadapi itu semua.

Tidak banyak yang tahu, tidak jauh dari markas FPI, ada Gereja Bethel Indonesia berdiri megah. Selain itu, berseberangan dengan gereja itu, sebuah sekolah Bethel juga berdiri. Sekolah tiga lantai itu, merupakan gabungan TK, SD, SLTP, SMU dan SMK Bethel. Jaraknya pun dari markas FPI tidak sampai 100 meter. Seolah itu bisa ditemui, jika menyusuri gang masuk markas FPI. Gereja maupun sekolah itu ada di ujung gang itu.

Lalu muncul pertanyaan dalam benak saya, apa yang membuat anggota FPI begitu beringas? Mereka mengaku marah, karena diprovokasi kelompok AKKBB. Mereka diteriaki Laskar Setan dan Laskar Kafir. Mengapa sebuah organisasi massa Islam di Negara dengan mayoritas warga beragama Islam begitu terpojok dan mudah tersulut sehingga beraksi brutal ketika diprovokasi seperti itu – layaknya kaum minoritas di luar negeri misalnya (karena minoritas di Indonesia cenderung nerimo...hehehe)? Mengapa sebuah organisasi yang toleran dan hidup berdampingan dengan Gereja serta sekolah Bethel, terlihat begitu eksklusif?

Semoga bermanfaat.

Bhayu Sugarda


No comments: